TRUMPONOMICS 2.0 PUKUL EKSPOR INDONESIA: BENCANA ATAU REVOLUSI SUPPLY CHAIN?

 


TRUMPONOMICS 2.0 PUKUL EKSPOR INDONESIA: BENCANA ATAU REVOLUSI SUPPLY CHAIN?

Oleh : 

Prof. Dr. Ir. Agus Purnomo, M.T., CMILT.
(Guru Besar Supply Chain Management - Master of Logistics Management Department – Universitas Logistik Dan Bisnis Intenasional – ULBI)

Saat Presiden Trump kembali mengobarkan semangat proteksionisme lewat kebijakan tarif impor baru, Indonesia langsung terkena gelombang kejutnya—bukan riak kecil, tapi hantaman besar yang menimbulkan keretakan pada fondasi ekspor nasional. Beban tarif sebesar 32% bukan hanya angka di atas kertas; ini adalah pukulan keras terhadap daya saing produk kita di pasar global. Ini bukan sekadar isu dagang bilateral, tapi lonceng peringatan yang berdentang nyaring, menandakan rapuhnya ketahanan industri ekspor kita di tengah pusaran geopolitik.

Pada 2023, nilai ekspor Indonesia ke AS mencapai USD 24,6 miliar, didominasi oleh produk padat karya seperti tekstil, alas kaki, dan furnitur—industri yang selama ini menjadi tulang punggung jutaan tenaga kerja, namun sangat tergantung pada bahan baku impor dan sistem supply chain global yang rumit. Sementara itu, Malaysia—pesaing terdekat—hanya dikenai tarif 24%, membuka celah lebar bagi buyer global untuk mengalihkan pesanan mereka. Di tengah peta rantai pasok yang saling terhubung, muncul pertanyaan besar yang menggetarkan: mampukah sistem logistik dan supply chain kita bertahan, atau justru runtuh di tengah badai kebijakan Trumponomics ini?

Membalik Krisis Menjadi Keunggulan

Tarif tinggi bukan cuma membebani ongkos ekspor, tapi juga menciptakan efek domino yang mengguncang sistem produksi nasional. Aliran bahan baku terganggu, distribusi dalam negeri terguncang, dan banyak pabrik—khususnya di sektor padat karya—terpaksa memangkas volume produksi. Buyer dari Amerika Serikat mulai melirik alternatif dari negara lain, memicu gelombang kekhawatiran di kalangan pelaku industri. Akibatnya, bukan hanya kinerja logistik nasional yang menurun, tapi juga bayang-bayang PHK massal mulai menghantui berbagai sektor. Di tengah tekanan ini, Pemerintah Indonesia tak tinggal diam.

Upaya diplomasi dan negosiasi tarif dengan Pemerintah AS dan mitra dagang lainnya terus dilakukan, bergandengan dengan langkah-langkah strategis di level domestik. Indonesia bukan satu-satunya yang menghadapi badai ini—banyak negara lain juga berlomba menegosiasikan perlakuan khusus untuk industri mereka. Di tengah perlombaan diplomatik dan restrukturisasi rantai pasok global, Indonesia masih punya peluang untuk unggul. Dengan pesaing seperti Vietnam dan Bangladesh justru dikenai tarif lebih tinggi, ini bisa menjadi celah emas—asal Indonesia mampu merespons cepat dengan integrasi data, efisiensi logistik, dan percepatan substitusi bahan baku lokal.

Lompatan Strategis Ekspor Indonesia

Dalam jangka menengah hingga panjang, situasi ini adalah panggilan untuk bangkit—momen krusial untuk menyusun strategi besar yang bisa menentukan arah industri ekspor Indonesia ke depan. Tidak cukup hanya bertahan; Indonesia harus melakukan lompatan strategis dengan mendiversifikasi pasar ekspor agar tak lagi terjebak pada ketergantungan satu negara. Konektivitas logistik domestik harus diperkuat, bukan hanya dalam bentuk infrastruktur fisik, tetapi juga dalam integrasi sistem dan alur informasi. Di era digital ini, kecepatan dan kolaborasi menjadi faktor pembeda.

Kolaborasi digital antara produsen, distributor, dan pelaku logistik bukan lagi opsi, melainkan keharusan untuk menciptakan supply chain yang lincah dan responsif. Inovasi seperti blockchain dan kecerdasan buatan kini menjadi senjata utama, bukan hanya untuk efisiensi, tapi juga untuk memastikan transparansi, ketelusuran, dan daya adaptasi rantai pasok nasional. Di tengah dunia yang makin tidak pasti, kekuatan supply chain akan menentukan siapa yang bertahan—dan siapa yang tertinggal.

Menjemput Peluang di Tengah Badai Trumponomics

Trumponomics 2.0 adalah wake-up call yang tak bisa diabaikan. Ini bukan sekadar kebijakan luar negeri satu negara, melainkan alarm keras bahwa Indonesia tak bisa terus bergantung pada pola ekspor lama yang rapuh dan terlalu terpusat pada satu pasar utama. Dunia telah berubah, dan sistem rantai pasok global sedang mengalami pergeseran mendasar. Alih-alih meratap dan terpaku pada ketidakpastian, Pemerintah bersama pelaku industri harus bergerak cepat—menyusun dan mengeksekusi National Resilient Supply Chain Strategy secara terstruktur dan terukur.

Strategi ini berlandaskan pada tiga pilar utama: diversifikasi pasar ekspor agar tidak terlalu rentan terhadap satu negara; peningkatan kapasitas dan integrasi logistik domestik untuk memperkuat daya saing dari dalam; serta pembangunan ekosistem supply chain berbasis data dan teknologi, agar respons terhadap gangguan global dapat dilakukan secara cepat dan tepat.

Penutup: Membalik Krisis Jadi Keunggulan

Namun, kita juga harus bersiap untuk skenario terburuk. Jika upaya negosiasi tarif gagal dan pasar AS terus memperketat akses, maka solusi bukanlah mundur, tapi berputar arah dengan berani. Pasar alternatif di Asia, Timur Tengah, dan Afrika harus dijajaki secara agresif. Produk ekspor harus disesuaikan dengan selera pasar baru, dan diplomasi ekonomi harus diperkuat ke berbagai kawasan. Krisis ini, jika dikelola dengan visi dan determinasi, justru bisa menjadi katalis untuk transformasi sistemik. Bukan sekadar bertahan, tetapi bangkit sebagai negara dengan sistem logistik dan rantai pasok yang lebih mandiri, berdaya saing, dan siap menghadapi turbulensi global di masa depan. Karena dalam setiap krisis, selalu ada peluang—dan bangsa yang cerdas adalah bangsa yang mampu mengenalinya, lalu mengubahnya menjadi kekuatan.

"LET'S JOIN ULBI"

 Magister Manajemen Logistik - “Shaping Future Leaders in Global Logistics”

Learn more by visiting : 

https://admission.ulbi.ac.id/s2-magister-manajemen-logistik/

 

#Trumponomics 2.0; #Logistics; #Supply Chain; #Perang Dagang;  #Tarif Impor; #Logistik; #Logistics; #Supply Chain Management; #Green Resilient Supply Chain; #Resilience; #Sustainability; #Rantai Pasok; #ULBIAcademia; #PenaAkademikULBI; #EdukasiULBI; #OpiniAkademik; #ArtikelAkademik; #SEO; #DigitalMarketing


MANAJEMEN LOGISTIK: RUANG LINGKUP LOGISTIK

  MANAJEMEN LOGISTIK: RUANG LINGKUP LOGISTIK  (SCOPE OF LOGISTICS) “Mengalir Tanpa Hambatan: Memahami Ruang Lingkup dan Dinamika Sistem Logistik Modern”   By: Prof. Dr. Ir. Agus Purnomo, M.T., FCILT (Professor of Supply Chain Management – Master of Logistics Management Department – Universitas Logistik dan Bisnis Internasional / ULBI) 1.        Ruang Lingkup Umum Logistik Ruang lingkup logistik dalam dunia bisnis modern mencakup seluruh proses yang memastikan kelancaran aliran bahan, produk, dan informasi dari hulu ke hilir. Peran logistik tidak hanya terbatas pada pengangkutan barang, tetapi juga mencakup manajemen persediaan, pergudangan, penanganan material, pengemasan, serta sistem informasi yang mendukung efisiensi operasional. Sebagai penghubung antara fungsi produksi, pemasaran, dan keuangan, logistik berkontribusi besar terhadap efisiensi biaya, kecepatan pelayanan, dan keandalan distribusi. Dalam sistem logistik, perlu dibedak...

MANAJEMEN LOGISTIK: KONSEP DASAR DAN DEFINISI

    MANAJEMEN LOGISTIK: KONSEP DASAR DAN DEFINISI   “Logistik sebagai Nadi Ekonomi: Dari Arus Barang hingga Kecerdasan Data” Oleh :   Prof. Dr. Ir. Agus Purnomo, M.T., FCILT. (Guru Besar Supply Chain Management - Master of Logistics Management Department – Universitas Logistik Dan Bisnis Intenasional – ULBI) A   . Konsep Dasar Manajemen Logistik Logistik adalah nadi yang menghidupkan denyut perekonomian—mengalirkan nilai, bukan sekadar barang. Ia memastikan bahwa setiap produk, bahan baku, dan informasi bergerak dengan tepat waktu, tepat tempat, dan tepat biaya untuk menjaga ritme ekonomi tetap stabil. Peran logistik kini melampaui fungsi pengiriman barang dari produsen ke konsumen; ia telah menjadi sistem strategis yang memastikan keterpaduan proses distribusi, efisiensi biaya, serta ketepatan layanan yang menjadi faktor penentu daya saing nasional. Di Indonesia, logistik menjadi tulang punggung pembangunan ekonomi, terutama karena tantangan geografis yang luas...

DINGIN YANG MENYELAMATKAN: MENGUNGKAP STRUKTUR DAN SIGNIFIKANSI COLD CHAIN DI ERA GLOBAL

  Knowledge Sharing Articles English Version THE COLD THAT SAVES: UNVEILING THE STRUCTURE AND SIGNIFICANCE OF THE COLD CHAIN IN THE GLOBAL ERA   By: Prof. Dr. Ir. Agus Purnomo, M.T., FCILT (Professor of Supply Chain Management – Master of Logistics Management Department – Universitas Logistik dan Bisnis Internasional / ULBI)   Introduction: The Cold Chain, Lifeline of the Modern World   “ Cold chain is not just a system — it’s the invisible backbone of the modern world ,” wrote the World Economic Forum (2023) to illustrate how vital temperature-controlled logistics have become in sustaining modern life. It is almost unimaginable — without this invisible infrastructure, COVID-19 vaccines would never have reached the remote corners of Papua, tuna from Bitung would lose its freshness before arriving in Tokyo, and infant formula milk might deteriorate before reaching consumers. The global cold chain market is now valued at over USD 350 billion and projected to ...

© ‧ Magister Manajemen Logistik - ULBI. All rights reserved.