From Farm to Fork: Menguak Celah Rantai Pasok dan Keamanan Pangan MBG

 A truck parked on the side of a road

AI-generated content may be incorrect. 

From Farm to Fork: Menguak Celah Rantai Pasok dan Keamanan Pangan MBG

 

Oleh : 
Prof. Dr. Ir. Agus Purnomo, M.T., FCILT.
(Professor of  Supply Chain Management - Master of Logistics Management Department – Universitas Logistik Dan Bisnis Intenasional – ULBI)

Makan Gratis, Risiko Tersembunyi

Lebih dari 5.000 siswa di berbagai daerah Indonesia dilaporkan mengalami keracunan setelah menyantap menu Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang mulai berjalan awal 2025. Itu bukan angka kecil—itu alarm keras tentang keselamatan makanan yang seharusnya menjadi hak paling dasar anak di sekolah. Pertanyaannya sederhana namun tajam: apakah janji “from farm to fork”—makanan yang ditelusuri dari ladang hingga piring—benar-benar terjadi, atau hanya slogan yang menutupi rantai pasok yang keruh?

Peneliti rantai pasok halal, Ali dkk. (2025) menegaskan bahwa “transparency is the key to a successful halal food chain, as the presence of transparency improves both authenticity and trust.” Transparansi bukan bonus, tetapi fondasi kepercayaan. Namun di lapangan, justru titik transparansi itulah yang hilang: publik tidak bisa mengetahui dengan jelas siapa pemasok bahan, dapur mana yang memasak, dan bagaimana proses distribusinya diawasi. Reuters melaporkan bahwa pilot MBG tertinggal sekitar 15% dari target karena kekurangan dapur dan keterlambatan pembangunan fasilitas; sementara laporan resmi pemerintah menunjukkan baru 11.900 dapur yang aktif melayani 35,4 juta penerima pada Oktober 2025—masih jauh dari kebutuhan nasional.

Ketika fondasi fisik saja belum siap, pelacakan proses dari hulu ke hilir menjadi mustahil. Pada titik ini, persoalan utama bukan lagi apa yang dimasak, tetapi bagaimana makanan itu bergerak, diawasi, ditelusuri, dan dijamin integritasnya. Tanpa transparansi, konsep from farm to fork hanya menjadi kalimat indah tanpa makna operasional.

Rantai yang Terputus

Kajian Universitas Gadjah Mada bertajuk “Feeding Ambition, Missing Precision” menyebut MBG menghadapi persoalan struktural: kelalaian keamanan pangan, salah sasaran penerima, dan keterlambatan pencairan anggaran. Reuters mencatat program ini menargetkan 82 juta penerima, tetapi kapasitas dapur yang tersedia kurang hingga 15% dari kebutuhan nasional. Kekurangan kapasitas ini memicu improvisasi: dapur sementara, pemasok berganti-ganti, dan distribusi yang berpacu dengan waktu. Di lapangan, rantai pasok melebar dan titik pengawasan melemah.

AP News mencatat lebih dari 5.000 siswa jatuh sakit, menandakan bahwa persoalan ini bukan insiden terpisah, melainkan cacat sistem. Tanpa transparansi dan kontrol ketat di seluruh alur—mulai dari pengadaan bahan, produksi, hingga distribusi—konsep “from farm to fork” berubah menjadi retorika kosong. Dalam perspektif Halalan Ṭayyiban, rantai pasok yang tidak dapat ditelusuri berarti dua hal terancam hilang: halal (tidak jelas asal dan prosesnya) serta ṭayyib (aman, bersih, layak dikonsumsi). MBG akhirnya berdiri di persimpangan: program nutrisi, atau sekadar logistik massal tanpa jaminan keamanan?

Halal Tanpa Jejak?

Masalah berikutnya lebih dalam: ketiadaan jejak (traceability). Studi MDPI 2023 mengenai pemanfaatan Blockchain dan IoT pada rantai pasok halal menyimpulkan bahwa Indonesia masih berada pada tahap eksperimen: terkendala integrasi data dan minimnya standar yang seragam. Kajian bibliometrik di ResearchGate (2024) bahkan menegaskan adanya "growing concern towards full integrity and traceability" pada industri halal global karena rantai distribusi makin kompleks.

Sementara itu negara lain sudah bergerak maju. Brazil melalui PNAE mewajibkan 30% bahan dibeli langsung dari petani lokal—dengan sistem audit pengadaan. Ghana melalui Home-Grown School Feeding meningkatkan jejak pemasok lokal dan pendapatan petani karena sistem traceability-nya jelas. Indonesia? Masih bertumpu pada catatan manual, lembar kontrol dapur, dan “percaya saja”. Jika jejak bahan pangan tak bisa dilacak, maka status halal dan keamanan pangan tidak pernah benar-benar terjamin.

Saatnya Sistem yang Tertelusur

Solusinya bukan memperbanyak dapur semata, melainkan merombak cara negara mengelola rantai pasok makanan publik. Studi Neliti (2023) menunjukkan bahwa penggunaan blockchain di rantai pasok halal dapat mempercepat product recall dan mengurangi risiko kontaminasi. OSCM Journal (2025) menegaskan hambatan utamanya bukan teknologi, melainkan integrasi aktor dan disiplin pengawasan.

Untuk MBG, digitalisasi bukan pilihan: ia syarat keselamatan. Sistemnya sederhana tapi wajib: ID batch makanan, sensor suhu distribusi, sertifikasi halal untuk dapur, audit pemasok, dan dashboard transparansi publik yang bisa diakses orang tua dan sekolah. Reuters mencatat lebih dari 1.000 siswa di Jawa Barat jatuh sakit karena pengawasan distribusi yang lemah. Pertanyaan yang harus kita ajukan sekarang bukan berapa biaya digitalisasi? melainkan berapa harga kegagalan?

Penutup: Saatnya Berubah

MBG adalah kebijakan besar dengan dampak jangka panjang. Ia dapat mengurangi stunting, meningkatkan konsentrasi belajar, dan menggerakkan ekonomi lokal melalui pembelian bahan dari petani. Tetapi tanpa transparansi rantai pasok, tanpa pengawasan yang disiplin, dan tanpa pemenuhan Halalan Ṭayyiban sebagai standar, program ini kehilangan legitimasi sosialnya. Keamanan pangan dan traceability bukan aksesori administratif. Itu fondasi kepercayaan.

Pemerintah perlu mengajak penyedia dapur, petani lokal, penyedia logistik, dan pengembang teknologi duduk dalam satu meja—merancang ulang MBG berbasis prinsip: aman, halal, tertelusur. Audit pemasok, sertifikasi halal dapur, batch tracking dengan QR Code, sensor suhu distribusi, hingga dashboard transparansi publik harus menjadi prosedur wajib. MBG hanya akan berhasil jika publik bisa melihat jejaknya.

Indonesia punya peluang menjadi negara pertama di Asia yang mengelola free school meals dengan governance setara industri makanan besar. Pertanyaannya kini bukan lagi: bisakah kita membagikan makanan gratis? Melainkan: beranikah kita memastikan setiap makanan itu benar-benar aman, halal, dan tertelusur sebelum masuk ke tubuh anak-anak kita?

Teaser:

Jutaan anak menerima makanan gratis, tetapi siapa yang memastikan asal-usul, keamanan, dan kehalalannya? Rantai pasok MBG menyimpan risiko yang tak terlihat.

"LET'S JOIN ULBI"

Magister Manajemen Logistik - “Shaping Future Leaders in Global Logistics”

Learn more by visiting : 

https://admission.ulbi.ac.id/s2-magister-manajemen-logistik/

#Supply chain; #MBG; #Traceability; #Halalan Ṭayyiban; #Food safety; #Logistik; #Logistics; #Supply Chain Management; #Supply Chain; #Rantai Pasok; #ULBIAcademia; #PenaAkademikULBI; #EdukasiULBI; #OpiniAkademik; #ArtikelAkademik; #SEO; #DigitalMarketing

MANAJEMEN LOGISTIK: RUANG LINGKUP LOGISTIK

  MANAJEMEN LOGISTIK: RUANG LINGKUP LOGISTIK  (SCOPE OF LOGISTICS) “Mengalir Tanpa Hambatan: Memahami Ruang Lingkup dan Dinamika Sistem Logistik Modern”   By: Prof. Dr. Ir. Agus Purnomo, M.T., FCILT (Professor of Supply Chain Management – Master of Logistics Management Department – Universitas Logistik dan Bisnis Internasional / ULBI) 1.        Ruang Lingkup Umum Logistik Ruang lingkup logistik dalam dunia bisnis modern mencakup seluruh proses yang memastikan kelancaran aliran bahan, produk, dan informasi dari hulu ke hilir. Peran logistik tidak hanya terbatas pada pengangkutan barang, tetapi juga mencakup manajemen persediaan, pergudangan, penanganan material, pengemasan, serta sistem informasi yang mendukung efisiensi operasional. Sebagai penghubung antara fungsi produksi, pemasaran, dan keuangan, logistik berkontribusi besar terhadap efisiensi biaya, kecepatan pelayanan, dan keandalan distribusi. Dalam sistem logistik, perlu dibedak...

MANAJEMEN LOGISTIK: KONSEP DASAR DAN DEFINISI

    MANAJEMEN LOGISTIK: KONSEP DASAR DAN DEFINISI   “Logistik sebagai Nadi Ekonomi: Dari Arus Barang hingga Kecerdasan Data” Oleh :   Prof. Dr. Ir. Agus Purnomo, M.T., FCILT. (Guru Besar Supply Chain Management - Master of Logistics Management Department – Universitas Logistik Dan Bisnis Intenasional – ULBI) A   . Konsep Dasar Manajemen Logistik Logistik adalah nadi yang menghidupkan denyut perekonomian—mengalirkan nilai, bukan sekadar barang. Ia memastikan bahwa setiap produk, bahan baku, dan informasi bergerak dengan tepat waktu, tepat tempat, dan tepat biaya untuk menjaga ritme ekonomi tetap stabil. Peran logistik kini melampaui fungsi pengiriman barang dari produsen ke konsumen; ia telah menjadi sistem strategis yang memastikan keterpaduan proses distribusi, efisiensi biaya, serta ketepatan layanan yang menjadi faktor penentu daya saing nasional. Di Indonesia, logistik menjadi tulang punggung pembangunan ekonomi, terutama karena tantangan geografis yang luas...

MANAJEMEN LOGISTIK: SIKLUS DAN STRATEGI PEMBELIAN (PURCHASING)

DARI PROSES KE STRATEGI: MEMAHAMI SIKLUS DAN STRATEGI PURCHASING DALAM PENGUATAN DAYA SAING LOGISTIK DAN INDUSTRI By: Prof. Dr. Ir. Agus Purnomo, M.T., FCILT. (Professor of Supply Chain Management – Master of Logistics Management Department – Universitas Logistik dan Bisnis Internasional / ULBI) A.       PENDAHULUAN:   RELEVANSI FUNGSI PEMBELIAN DALAM ERA INDUSTRI & LOGISTIK Di tengah persaingan global yang semakin ketat dan kompleksitas rantai pasok yang terus meningkat, fungsi pembelian tidak bisa lagi disamakan dengan aktivitas administratif belaka. Di sektor logistik Indonesia — yang pasar nilai-nya telah menembus US$ 67,8 miliar pada 2024 dengan pertumbuhan tahunan sekitar 6,8 % menuju US$ 131,4 miliar pada 2033 — proses pengadaan barang dan jasa kini menjadi fondasi penting untuk efisiensi biaya dan keandalan layanan. Contoh nyata terjadi pada penyedia layanan pengiriman barang antar‐pulau, di mana biaya logistik nasional masih membebani hingga ...

© ‧ Magister Manajemen Logistik - ULBI. All rights reserved.